Thursday, June 18, 2009

Penghapusan Dunia Kerja



Hampir seluruh kesengsaraan di dunia ini diakibatkan oleh kerja, jadi untuk berhenti sengsara kita harus berhenti untuk bekerja. Tapi tidak bekerja bukan berarti tidak melakukan apa-apa, tapi melakukan semua hal yang tak dapat kita lakukan karena seluruh waktu dan energi tersita oleh kerja.

"Tak ada seorangpun yang seharusnya bekerja", itu kalimat pertama yang tertera dan cukup membuat para workaholic terhenyak. Dalam kalimat-kalimat selanjutnya, Bob Black kembali membuat ternganga banyak orang dan dari berbagai sektor; dia menghambat kaum konservatif yang memperjuangkan hak untuk mendapatkan pekerjaan dengan mengatakan bahwa Paul Lafargue lebih tepat analisanya soal dunia dengan buku "The Right To Be Lazy", dia menyerang para feminis dengan berkata bahwa para feminis tidak pernah menyoroti masalah kerja selama boss mereka adalah seorang perempuan, dia menjungkirbalikan para Trotskis dengan berkata bahwa yang didamba bukanlah sebuah revolusi total melainkan kegembiraan kekal, dia melecehkan kaum liberal yang menyerukan penghapusan diskriminasi dalam dunia kerja dengan menyerukan penghapusan dunia kerja. Segaris dengan para Surealis (siapa tidak kenal Andre Breton?), Bob Black menginginkan pengangguran total.

Terlalu radikal? Mungkin. Tapi tidak seringkas itu, kalau kita membaca lebih jauh, kita akan menemukan alasan-alasan yang tepat di balik usulnya yang hampir-hampir tak masuk akal tersebut-setidaknya untuk di Malaysia. Bob Black menekankan bahwa tidak bekerja bukan berarti tidak melakukan apa-apa sama sekali atau sekedar kemudian menghabiskan waktu untuk bermalas-malasan tanpa melakukan apapun. Sama sekali bukan seperti itu yang ia maksudkan. Tidak bekerja adalah berarti bagaimana kita mengisi waktu kita dengan hal-hal yang benar-benar kita inginkan. Bukankah kita semua selama ini seringkali banyak memiliki rencana-rencana di kepala kita tetapi tak dapat merealisasikannya disebabkan beban kewajipan untuk bekerja.

Bob Black juga menyarankan agar bentuk kerja dibuat menjadi sebuah bentuk yang sangat menggembirakan-antara lain dengan membuat segala sesuatunya menjadi seperti bermain-main. Ini mengingatkan saya pada teori-teori dari Fourrier yang juga menyoroti masalah permainan dalam segala bidang pekerjaan yang harus kita lakukan. Masalahnya, seringkali ktia terjebak dengan definisi kata "main" itu sendiri. Memang, main adalah sebuah kata yang berlawanan artinya dengan 'serius", tapi bukankah dengan bermain, kita dapat melakukan segala sesuatunya dengan bersenang hati? Apakah kita ingat pada masa dimana kita masih kanak-kanak, kita selalu belajar, melakukan sesuatu, dengan satu cara: bermain. Kita mengenal huruf, kita mampu berkarya, kita mampu menulis, mampu membersihkan sesuatu, atau segudang kemampuan lainnya, dan semuanya dilakukan dengan keinginan untuk bermain. Jadi Bob Black dan Fourrier benar, kata siapa kita tak dapat melakukan sesuatu apabila kita selalu bermain-main dalam prosesnya? Bukankah justru hal tersebutlah yang sangat alamiah dibandingkan dengan tekanan-tekanan yang menghasilkan generasi stress, pasif dan tak mampu berfikir sendiri?

Bermain dan kebebasan-berdampingan dengan produktiviti-adalah sesuatu yang sulit dipisahkan. Dan inilah yang sering tidak disadari oleh banyak orang. Belum lama ini saat saya berdebat dengan seorang Leninis mengenai tidak pentingnya kerja, sang Leninis yang juga mengangkat dirinya sebagai seorang pengikut Marx dan Lenin sejati, tidak menyadari bahwa Marx sendiri pernah berkata, "Kebebasan tidak akan pernah dapat direalisasikan sebelum saatnya lewat dimana buruh tidak lagi perlu bekerja di bawah dorongan keinginan dan keperluan eksternal". Nah.

Inti yang tertangkap dari Bob Black ini adalah tentang bagaimana mengubah "kerja" menjadi sebuah permainan yang menggembirakan dimana semua orang yang terlibat di dalamnya dapat bersenang-senang. Tapi entahlah bagi kalian semua, apalagi bagi para pecandu kerja di luar sana yang seringkali tidak dapat berfikir dan melakukan sesuatu selain mengabdikan diri pada dunia kerja. Sesuatu yang mengingatkan saya pada sebuah slogan saat terjadi revolusi Paris 68: "Seorang yang selalu bekerja tidak akan pernah mengerti lagi apa yang harus ia lakukan selain bekerja". Menyedihkan? Hmmm…

No comments:

Post a Comment